Senin, 09 Oktober 2017

Menuju Yogya, Menjelang Perjalanan ke Suroloyo dan Kawasan Kebun Kopi Berkabut


Ziarah Kebun Kopi, Edisi : Jelajah Kopi Jawa (2)
(catatan intermezo, pengantar sebelum berkisah tentang kebun kopi Pak Wakhid di Suroloyo)

Menuju Yogya

Kami meninggalkan Garut bersamaan dengan petang yang kian tenggelam.  Menyusuri malam di sepanjang perjalanan menuju Yogya. Melewati Tasik, Banjar, Cilacap, Purwokerto. Kemudian menyusuri jalur Daendels Selatan, melintasi Kebumen, Wates, dan Bantul.  Perjalanan kami terasa panjang, sebab lelah setelah mengisi seharian penuh di Cikajang bagaimanapun menggiring tubuh kami untuk rehat di beberapa titik pemberhentian.  Meluruskan badan, memejamkan mata, atau kadang sekedar menyeduh kopi sambil berkelakar.  Pemberhentian bisa dimana saja, taman kota atau SPBU.  Lelah yang berlipat tentu dirasakan teman kami Yufik, yang melakukan tugas rangkap, menjabat driver sekaligus kameramen. Sehingga tak heran, jika memasuki pagi, kami belum juga tiba di Yogya.


Saya dibekap rindu sesaat ketika memasuki Kebumen, hanya dapat melayangkan pandangan pada papan jalan dengan panah ke kanan, Gombong. Sekelebat ingatan pada tanah kelahiran Ibu, Puring, pantai selatan. Jejak leluhur yang belum sempat saya ziarahi.  Yufik sahabat kami melajukan kendaraan dengan cukup tinggi. Mungkin udara pagi membuatnya lebih bersemangat.  Kenangan pada tanah leluhurpun buyar, kembali menatap awas, memperhatikan kiri kanan berharap menemukan warung makan. Matahari mulai meninggi, kami butuh makan pagi.


Totality Coffee
Matahari masih menyengat meskipun telah melewati puncaknya.  Menjelang pukul 2 siang, kami pun tiba di Gabusan. Misi kami satu, berkunjung ke tempat kerabat, saudara kami, Kang Iman Nitiprawira, Totality Coffee. 

Ini kujungan saya yang keempat di Totality Coffe, tapi bagi teman seperjalanan yang lain (Yufik, Wahab, Alex dan Oji) merupakan kunjungan kali pertama, kendati Yufik dan Wahab sudah mengenal Kang Iman jauh sebelum saya mengenal lelaki yang sudah saya anggap seperti keluarga tersebut.  Tepatnya ketika kang Iman yang berasal dari Garut Selatan, pernah sangat lama mendekam di Bandung, sebelum kini akhirnya menetap di Yogya.  Ketika mulai memasuki malam, satu lagi anggota tim bergabung, brother Wisnu alias Timbul, saudara kongkow di Bandung asli Wonogiri yang saat ini sedang stay di Yogya untuk beberapa bulan karena sedang ada satu pekerjaan. Ia cukup sering berkunjung ke kedai Kang Iman. Kelak ia akan meramaikan perjalanan kami mulai dari Suroloyo hingga kami berpisah setelah mengakhiri perjalanan di Bowongso-Wonosobo.  Anggota tim yang membuat saraf-saraf wajah kami bergerak aktif, karena banyolannya memaksa kami banyak tertawa.

Tidak sulit menemukan Totality Coffee, jika menuju Parangtritis dari arah Yogya pasti akan melewati kedai kopi ini. Letaknya di kanan jalan, seberang Restoran Parangtritis, tidak sampai 100 meter dari pasar seni Gabusan.  Kedai kopi ini sesungguhnya rumah, sebagian pengunjungnya adalah tetangga atau mereka yang sudah menjalin komunikasi akrab dengan kang Iman dan sesama pengungjung. Maka tak heran, jika datang kesini pada saat kedai sedang ada pengunjung lain, kita akan disapa dan diterima layaknya teman yang sudah kenal lama.  Bagi kami, kunjungan kesini tidak hanya untuk kangen-kangenan dengan Kang Iman, juga untuk izin menggunakan Totality Coffee sebagai markas sementara selama di Yogya.  Tentu saja, Alex dan Oji, tim logistik dengan sigap mulai melakukan observasi, mengenali dapur dan mengidentifikasi bahan-bahan yang dapat diolah sebagai ransum. Di tempat inilah kami membicarakan rencana detil ke Suroloyo. Di tempat ini kami menitipkan perlengkapan yang tidak perlu dibawa serta ke puncak Suroloyo untuk mengurangi beban tunggangan kami si mobil trooper menuju puncak. Di tempat ini juga kami istirahat semalam setelah dari Suroloyo, sambil membicarakan rencana perjalanan berikutnya menuju ke Temanggung dan Wonosobo.  

Bulan sedang bulat penuh ketika kami mengisi malam terakhir di Totality Coffee.   Cahayanya menerangi hamparan pohon jagung di sisi kiri kedai kopi tersebut.  Satu persatu anggota tim mulai meringkuk ke dalam kantung tidur.  Seorang kawan tak tahan melawan serangan dingin yang mengepung ruangan dengan dinding terbuka tempat kami beristirahat, lelap namun sekujur tubuhnya menggigil.  Panas-dingin yang ekstrim oleh kemarau begitu terasa di Yogya.  Hawa dingin menusuk-nusuk tulang sejak malam hingga jelang fajar.  Matahari hanya memberi kehangatan sekejab saja. Pukul 8 pagi tubuh sudah mulai berkeringat oleh hawa panas yang ditiupkan si angin kering musim kemarau.  Menghadapi cuaca begitu, kami pun menduga, tantangan menuju Suroloyo dan lokasi-lokasi kebun kopi dataran tinggi yang akan kami datangi nanti, adalah udara dingin dan kabut tebal.

Totality coffee, kopi dan persaudaraan yang total. Terima kasih Kang Iman Nitiprawira, untuk persaudaraan dengan segenap cinta. Semoga berlimpah berkah, selalu dalam kasih sayang semesta.

Bersambung......